2011年09月19日 (月)
日時: 2011年9月16日(金)
場所: インドネシア国営ラジオ放送(RRI)バンドン支局にて
イベント名: "Pangeling-ngeling Pamendak Mei Kartawinata yang ke-84 tahun"
ブディ・ダヤBudi Dayaというジャワ神秘主義実践者たちの集まりで、スカルノとともにパンチャシラ(インドネシアの建国理念)を打ち出したメイ・カルタウィナタMei Kartawinataという人を記念するイベントで踊る。
このために曲を委嘱してこの日が初演。特に凝ったテーマはなくて、olah batin=心の鍛練がテーマ
作品名: "Nut Karsaning Widhi"
振付: 冨岡三智
音楽: Waluyo Sastro Sukarno (ISI Surakarta)

場所: インドネシア国営ラジオ放送(RRI)バンドン支局にて
イベント名: "Pangeling-ngeling Pamendak Mei Kartawinata yang ke-84 tahun"
ブディ・ダヤBudi Dayaというジャワ神秘主義実践者たちの集まりで、スカルノとともにパンチャシラ(インドネシアの建国理念)を打ち出したメイ・カルタウィナタMei Kartawinataという人を記念するイベントで踊る。
このために曲を委嘱してこの日が初演。特に凝ったテーマはなくて、olah batin=心の鍛練がテーマ
作品名: "Nut Karsaning Widhi"
振付: 冨岡三智
音楽: Waluyo Sastro Sukarno (ISI Surakarta)

2011年09月19日 (月)
ジャカルタでジャワ宮廷舞踊スリンピの完全版の指導をしてほしいと頼まれて行く。
9月13日~15日の3日間、昼3:00~夜9:00まで、観光文化省のとある建物にて練習。
本来はジャカルタの舞踊家が教えることになっていたのだが、自分が忙しいというので、三智を呼べ!ということになったらしい。ジャカルタのそうそうたるジャワ舞踊の踊り手を集めてくれていて(ジャカルタの舞踊家の弟子たち)だいたい皆私と同世代かそれ以上の年代だ。3曲指導してほしいという要請で、それはまあ良いとして、生徒の方は1曲ずつ割り当てがある――つまり、1曲練習したら休めるのに、私はぶっ続けで3曲教え続けないといけない、という殺人的なスケジュールだった。まあ、大好きなスリンピを思う存分踊れたけど、さすがにこんなにぶっ続けで踊ったのは初めてだ。
9月13日~15日の3日間、昼3:00~夜9:00まで、観光文化省のとある建物にて練習。
本来はジャカルタの舞踊家が教えることになっていたのだが、自分が忙しいというので、三智を呼べ!ということになったらしい。ジャカルタのそうそうたるジャワ舞踊の踊り手を集めてくれていて(ジャカルタの舞踊家の弟子たち)だいたい皆私と同世代かそれ以上の年代だ。3曲指導してほしいという要請で、それはまあ良いとして、生徒の方は1曲ずつ割り当てがある――つまり、1曲練習したら休めるのに、私はぶっ続けで3曲教え続けないといけない、という殺人的なスケジュールだった。まあ、大好きなスリンピを思う存分踊れたけど、さすがにこんなにぶっ続けで踊ったのは初めてだ。
2011年09月02日 (金)
Jawaban kembali
untuk tulisan Goenawan Mohamad di KOMPAS
Michi TOMIOKA
Kritik yang berjudul "Tentang Proses Kolaborasi Kreatif 'Panji Sepuh'" oleh Bapak Goenawan Mohamad keluar di KOMPAS, halaman 21 (Seni) pada hari Minggu, tanggal 28 Agustus 2011 sebagai jawaban untuk tulisan saya yang berjudul “Kejujuran Produksi dalam Proses” di KOMPAS, halaman 21 (Seni) pada hari Minggu, tanggal 21 Agustus 2011. Saya menulis jawaban kembali di sini untuk tulisan Bapak Goenawan yang keluar di KOMPAS.
(1)Sikap Tidak Adil
Bapak Goenawan mengritik satu kata dari saya yang tidak dimuat di KOMPAS dalam paragraph ke3 dan ke4. Kalau "menjawab" di koran KOMPAS, beliau seharusnya berdasarkan atas tulisan saya di KOMPAS, supaya pembaca bisa menentukan mana yang lebih masuk akal, setelah membaca kedua tulisan tersebut. Kami perlu menghindari pemcampuradukan tulisan resmi di KOMPAS dengan tulisan dari sumber lain, dan bersikap "adil" terhadap para pembaca KOMPAS.
(2)Data Kurang Obyektif dan Pergeseran dari Fokus Kritik Saya
Bapak Goenawan menceritakan proses kreatif Panji Sepuh tahun 1993 dari paragraph ke7 sampai ke10 sebagai kutipan dari teks ceramah beliau sendiri di Teater Utan Kayu, dan dari paragraph ke11 sampai ke 12 merupakan penjelasan lainnya, kemudian beliau menceritakan proses tahun 2006 di dalam paragraph ke13 sampai ke14. Di sinilah saya menemukan dua kekurangan.
Yang pertama, kutipan itu adalah “ceramah yang saya sampaikan” (paragraph ke6), yaitu ceramah yang dilakukan Bapak Goenawan sendiri, hal itu hanya mengandung pengertian yang bersifat subyektif. Jika beliau mau menulis lebih teliti dan secara “tidak ceroboh” (paragraph ke5), diperlukan adanya data obyektif yang ditulis oleh orang lain dan atau hasil wawancara kepada para seniman yang bersangkutan.
Yang kedua, pokok persoalan menjadi bergeser. Padahal yang menjadi harapan saya adalah bukan penjelasan proses kreatifnya, tetapi “jawaban” mengapa isi buku program tahun 2011 berubah isinya dari buku program tahun 1993-1995.
Kalau, menurut Bapak Goenawan, “Sulistyo menyutradarainya tak sendiri, tetapi bersama teman-teman lain (paragraph ke12)”, mengapa hanya nama Sulistyo saja yang dicantumkan sebagai sutradara atau director dalam buku program tahun 1993-1995 maupun encyclopedia: Indonesian Heritage 8 Performing Arts? Menurut pendapat saya, hal ini karena posisi Sulistyo diakui sebagai penanggung jawab karya oleh para pendukung karya maupun dalam sejarah tari Indonesia.
Sehubungan dengan hal itu, kalau “bagi saya, Sulistyo lebih layak dan dihargai sebagai pengagas PS (=Panji Sepuh), bukan ‘sutradara pertama’(paragraph ke18)”, maka Bapak Goenawan perlu menjawab pertanyaan saya mengapa dalam buku program tahun 1993-1995 dan buku encyclopedia di atas menerangkan bahwa Sulistyo Tirtokusumo adalah sutradara pertama. Sekaligus, perlu menjawab pula mengapa tahun ini nama Sulistyo tidak tertulis sebagai sutradara pertama.
Selain itu, kalau “Sulistyo menyutradarainya tak sendiri, tetapi bersama teman-teman lain…dan para penari, khususnya Pamardi (paragraph ke12)”, Bapak Goenawan perlu menjawab mengapa nama Pamardi hilang dari Salihara Program Juli-Agustus 2011, padahal Pamardi berperan khusus dalam proses karya sejak tahun 1993-1995, sampai 2006 dan2011. Maka saya kira tidak sepantasnya menghilangkan nama Pamardi dari Salihara Program tersebut.
Di dalam (2), saya tidak mempersoalkan benar tidaknya isi cerita Bapak Goenawan tentang proses kreatif. Bagi saya, itu bukan pokok persoalan di sini, karena fokus pembahasan saya di sini adalah tentang isi buku program tahun 2011.
Saya sudah membahas beberapa kontradiksi antara tulisan Bapak Goenawan dalam KOMPAS dan tulisan dalam dokumen buku program tahun 1993-1995 atau buku encyclopedia tahun 1998. Saya yakin kontradiksi tersebut di atas tidak akan terjadi, apabila buku program tahun 2011 disusun lebih lengkap dan tidak hanya berdasarkan hasil “rumusan lebih sederhana (paragraph ke15). Dengan perkataan lain, terjadinya kontradiksi tersebut, pasti ada pertimbangan yang lain dari pihak penyelenggara.
(3)Contoh yang Mendukung Saya
Bapak Goenawan mengatakan, “Siapa yang peduli nama sutradara pertama Swan Lake?(paragraph ke19)”, pada kenyataannya, banyak pihak yang peduli dan menghargai nama sutradara pertama dari pementasan perdana (world premier) Swan Lake pada tgl.4 March 1877 di Moscow, oleh sutradara pertama, yaitu Julius Reisinger, di samping itu juga disebutkan nama konduktor, penata panggung per adegan, dan penari pertama untuk tokoh utama dll.. Selain itu juga, banyak data tentang berbagai produksi utamanya dan versi terkenal (ada banyak versi!) sejak pentas perdana. Perlu diketahui bahwa data-data seperti itu termasuk biografi sutradara pertama bisa ditemukan secara gampang di internet.
Kita bisa dapat menarik pelajaran dari contoh Swan Lake. Yang pertama, orisinalitas karya sangat dihargai di negara Barat modern. Tanggal lahir karya disebut “world premier” dan punya arti khusus. Nama sutradara pertama dan tokoh-tokoh utama yang mendukung orisinalitas karya dicatat. Yang kedua, garapan inovatif setelah pementasan pertama juga dihargai, dan diingat sebagai “versi *** (nama sutradara baru / penggarap)”. Yang tidak kalah pentingnya lagi, bahwa daya kreatifitas garapan baru selalu dinilai dan dibandingkan dengan penyutradaraan pertama atau versi yang sudah ada sebelumnya.
Dengan demikian, maka contoh Swan Lake tersebut malah lebih membuktikan pentingnya penghormatan terhadap jejak karya seni. Dapat dikatakan bahwa negara Russia termashur karena Swan Lake. Kekayaan seni di negara itu, atau di negara Barat pada umumnya, didukung oleh rasa hormat terhadap orisinalitas karya seni sekaligus pujian kepada para pembaharu maupun penurus karya.
(4)Tujuan Akhir Kritik Saya
Saya menyatakan bahwa kritik saya ini dari (1) sampai (3) dibuat hanya berdasarkan atas tulisan Bapak Goenawan yang keluar di KOMPAS pada tgl.28 Agustus 2011, dan tidak mecampuradukkan dengan tulisan dari sumber lain.
Kesimpulan tulisan saya sebagai berikut; 1. Bapak Goenawan sebenarnya tidak “menjawab” tulisan saya, dan pokok persoalannya sudah bergeser dari fokus kritik saya terhadap isi buku program Panji Sepuh tahun 2011 melebar ke masalah lain. 2. Bersikap kurang adil terhadap pembaca, dan menggunakan data tulisan yang bersifat subyektif dan kurang obyektif. 3. Contoh Swan Lake yang diberikan Bapak Goenawan justru mendukung pemikiran saya.
Saya harus menekankan di sini, serial tulisan saya dibuat tidak untuk menjelekkan atau menuduh “kepribadian” Bapak Goenawan Mohamad, tetapi menerangkan kekurangan “tulisan” beliau.
Salah satu tujuan saya adalah menawarkan isu yang perlu dibicarakan di Indonesia, yaitu, pentingnya penghormatan dan penghargaan terhadap orisinalitas karya serta pendukungnya. Hal itu harus diungkapkan di dalam buku program sebagai data tertulis, oleh sebab itu saya mengritik kekurangan yang ada di dalam buku program tahun 2011, karena sebuah buku program akan menjadi salah satu bukti sejarah.
Meskipun Indonesia merupakan negara kaya dengan kesenian daerah, namun termasuk negara yang masih miskin dokumentasi karya seni yang bersejarah. Kita perlu menghargai peran pelaku sejarah seatu karya seni, karena di situlah kebanggaan seniman generasi penerus pada khususnya, dan kebangaan warga Indonesia pada umumnya dapat terbangun. Seniman maupun masyarakat harus dapat bersikap adil untuk bisa saling menghargai dan menghormati orisinalitas karya seni masing-masing, agar kita juga dihargai dan dihormati dalam pergaulan internasional.
Epilogue
Tulisan Bapak Goenawan dalam KOMPAS bernada merendahkan, misalnya, “Sayangnya, ia tak punya dasar: tulisannya hasil ‘pengamatan’ yang ceroboh” (paragraph ke5).”, “Jelas, Tomioka (kabarnya ia seorang ‘peneliti’) tak cukup menggali informasi sebelum menuduh.(paragraph ke11)”, “semoga Tomioka tak jadi peneliti yang sembarangan (paragraph ke19)”. Benar tidaknya penilaian Bapak Goenawan terhadap saya, saya serahkan sepenuhnya kepada pembaca yang bisa mempertimbangkan dengan pandangan yang lebih jernih dan obyektif. Semoga…
untuk tulisan Goenawan Mohamad di KOMPAS
Michi TOMIOKA
Kritik yang berjudul "Tentang Proses Kolaborasi Kreatif 'Panji Sepuh'" oleh Bapak Goenawan Mohamad keluar di KOMPAS, halaman 21 (Seni) pada hari Minggu, tanggal 28 Agustus 2011 sebagai jawaban untuk tulisan saya yang berjudul “Kejujuran Produksi dalam Proses” di KOMPAS, halaman 21 (Seni) pada hari Minggu, tanggal 21 Agustus 2011. Saya menulis jawaban kembali di sini untuk tulisan Bapak Goenawan yang keluar di KOMPAS.
(1)Sikap Tidak Adil
Bapak Goenawan mengritik satu kata dari saya yang tidak dimuat di KOMPAS dalam paragraph ke3 dan ke4. Kalau "menjawab" di koran KOMPAS, beliau seharusnya berdasarkan atas tulisan saya di KOMPAS, supaya pembaca bisa menentukan mana yang lebih masuk akal, setelah membaca kedua tulisan tersebut. Kami perlu menghindari pemcampuradukan tulisan resmi di KOMPAS dengan tulisan dari sumber lain, dan bersikap "adil" terhadap para pembaca KOMPAS.
(2)Data Kurang Obyektif dan Pergeseran dari Fokus Kritik Saya
Bapak Goenawan menceritakan proses kreatif Panji Sepuh tahun 1993 dari paragraph ke7 sampai ke10 sebagai kutipan dari teks ceramah beliau sendiri di Teater Utan Kayu, dan dari paragraph ke11 sampai ke 12 merupakan penjelasan lainnya, kemudian beliau menceritakan proses tahun 2006 di dalam paragraph ke13 sampai ke14. Di sinilah saya menemukan dua kekurangan.
Yang pertama, kutipan itu adalah “ceramah yang saya sampaikan” (paragraph ke6), yaitu ceramah yang dilakukan Bapak Goenawan sendiri, hal itu hanya mengandung pengertian yang bersifat subyektif. Jika beliau mau menulis lebih teliti dan secara “tidak ceroboh” (paragraph ke5), diperlukan adanya data obyektif yang ditulis oleh orang lain dan atau hasil wawancara kepada para seniman yang bersangkutan.
Yang kedua, pokok persoalan menjadi bergeser. Padahal yang menjadi harapan saya adalah bukan penjelasan proses kreatifnya, tetapi “jawaban” mengapa isi buku program tahun 2011 berubah isinya dari buku program tahun 1993-1995.
Kalau, menurut Bapak Goenawan, “Sulistyo menyutradarainya tak sendiri, tetapi bersama teman-teman lain (paragraph ke12)”, mengapa hanya nama Sulistyo saja yang dicantumkan sebagai sutradara atau director dalam buku program tahun 1993-1995 maupun encyclopedia: Indonesian Heritage 8 Performing Arts? Menurut pendapat saya, hal ini karena posisi Sulistyo diakui sebagai penanggung jawab karya oleh para pendukung karya maupun dalam sejarah tari Indonesia.
Sehubungan dengan hal itu, kalau “bagi saya, Sulistyo lebih layak dan dihargai sebagai pengagas PS (=Panji Sepuh), bukan ‘sutradara pertama’(paragraph ke18)”, maka Bapak Goenawan perlu menjawab pertanyaan saya mengapa dalam buku program tahun 1993-1995 dan buku encyclopedia di atas menerangkan bahwa Sulistyo Tirtokusumo adalah sutradara pertama. Sekaligus, perlu menjawab pula mengapa tahun ini nama Sulistyo tidak tertulis sebagai sutradara pertama.
Selain itu, kalau “Sulistyo menyutradarainya tak sendiri, tetapi bersama teman-teman lain…dan para penari, khususnya Pamardi (paragraph ke12)”, Bapak Goenawan perlu menjawab mengapa nama Pamardi hilang dari Salihara Program Juli-Agustus 2011, padahal Pamardi berperan khusus dalam proses karya sejak tahun 1993-1995, sampai 2006 dan2011. Maka saya kira tidak sepantasnya menghilangkan nama Pamardi dari Salihara Program tersebut.
Di dalam (2), saya tidak mempersoalkan benar tidaknya isi cerita Bapak Goenawan tentang proses kreatif. Bagi saya, itu bukan pokok persoalan di sini, karena fokus pembahasan saya di sini adalah tentang isi buku program tahun 2011.
Saya sudah membahas beberapa kontradiksi antara tulisan Bapak Goenawan dalam KOMPAS dan tulisan dalam dokumen buku program tahun 1993-1995 atau buku encyclopedia tahun 1998. Saya yakin kontradiksi tersebut di atas tidak akan terjadi, apabila buku program tahun 2011 disusun lebih lengkap dan tidak hanya berdasarkan hasil “rumusan lebih sederhana (paragraph ke15). Dengan perkataan lain, terjadinya kontradiksi tersebut, pasti ada pertimbangan yang lain dari pihak penyelenggara.
(3)Contoh yang Mendukung Saya
Bapak Goenawan mengatakan, “Siapa yang peduli nama sutradara pertama Swan Lake?(paragraph ke19)”, pada kenyataannya, banyak pihak yang peduli dan menghargai nama sutradara pertama dari pementasan perdana (world premier) Swan Lake pada tgl.4 March 1877 di Moscow, oleh sutradara pertama, yaitu Julius Reisinger, di samping itu juga disebutkan nama konduktor, penata panggung per adegan, dan penari pertama untuk tokoh utama dll.. Selain itu juga, banyak data tentang berbagai produksi utamanya dan versi terkenal (ada banyak versi!) sejak pentas perdana. Perlu diketahui bahwa data-data seperti itu termasuk biografi sutradara pertama bisa ditemukan secara gampang di internet.
Kita bisa dapat menarik pelajaran dari contoh Swan Lake. Yang pertama, orisinalitas karya sangat dihargai di negara Barat modern. Tanggal lahir karya disebut “world premier” dan punya arti khusus. Nama sutradara pertama dan tokoh-tokoh utama yang mendukung orisinalitas karya dicatat. Yang kedua, garapan inovatif setelah pementasan pertama juga dihargai, dan diingat sebagai “versi *** (nama sutradara baru / penggarap)”. Yang tidak kalah pentingnya lagi, bahwa daya kreatifitas garapan baru selalu dinilai dan dibandingkan dengan penyutradaraan pertama atau versi yang sudah ada sebelumnya.
Dengan demikian, maka contoh Swan Lake tersebut malah lebih membuktikan pentingnya penghormatan terhadap jejak karya seni. Dapat dikatakan bahwa negara Russia termashur karena Swan Lake. Kekayaan seni di negara itu, atau di negara Barat pada umumnya, didukung oleh rasa hormat terhadap orisinalitas karya seni sekaligus pujian kepada para pembaharu maupun penurus karya.
(4)Tujuan Akhir Kritik Saya
Saya menyatakan bahwa kritik saya ini dari (1) sampai (3) dibuat hanya berdasarkan atas tulisan Bapak Goenawan yang keluar di KOMPAS pada tgl.28 Agustus 2011, dan tidak mecampuradukkan dengan tulisan dari sumber lain.
Kesimpulan tulisan saya sebagai berikut; 1. Bapak Goenawan sebenarnya tidak “menjawab” tulisan saya, dan pokok persoalannya sudah bergeser dari fokus kritik saya terhadap isi buku program Panji Sepuh tahun 2011 melebar ke masalah lain. 2. Bersikap kurang adil terhadap pembaca, dan menggunakan data tulisan yang bersifat subyektif dan kurang obyektif. 3. Contoh Swan Lake yang diberikan Bapak Goenawan justru mendukung pemikiran saya.
Saya harus menekankan di sini, serial tulisan saya dibuat tidak untuk menjelekkan atau menuduh “kepribadian” Bapak Goenawan Mohamad, tetapi menerangkan kekurangan “tulisan” beliau.
Salah satu tujuan saya adalah menawarkan isu yang perlu dibicarakan di Indonesia, yaitu, pentingnya penghormatan dan penghargaan terhadap orisinalitas karya serta pendukungnya. Hal itu harus diungkapkan di dalam buku program sebagai data tertulis, oleh sebab itu saya mengritik kekurangan yang ada di dalam buku program tahun 2011, karena sebuah buku program akan menjadi salah satu bukti sejarah.
Meskipun Indonesia merupakan negara kaya dengan kesenian daerah, namun termasuk negara yang masih miskin dokumentasi karya seni yang bersejarah. Kita perlu menghargai peran pelaku sejarah seatu karya seni, karena di situlah kebanggaan seniman generasi penerus pada khususnya, dan kebangaan warga Indonesia pada umumnya dapat terbangun. Seniman maupun masyarakat harus dapat bersikap adil untuk bisa saling menghargai dan menghormati orisinalitas karya seni masing-masing, agar kita juga dihargai dan dihormati dalam pergaulan internasional.
Epilogue
Tulisan Bapak Goenawan dalam KOMPAS bernada merendahkan, misalnya, “Sayangnya, ia tak punya dasar: tulisannya hasil ‘pengamatan’ yang ceroboh” (paragraph ke5).”, “Jelas, Tomioka (kabarnya ia seorang ‘peneliti’) tak cukup menggali informasi sebelum menuduh.(paragraph ke11)”, “semoga Tomioka tak jadi peneliti yang sembarangan (paragraph ke19)”. Benar tidaknya penilaian Bapak Goenawan terhadap saya, saya serahkan sepenuhnya kepada pembaca yang bisa mempertimbangkan dengan pandangan yang lebih jernih dan obyektif. Semoga…
2011年09月01日 (木)
今月の「水牛」に
『「パンジー・スプ―」をめぐる問題』を書きました。
8月12-13日にジャカルタのサリハラ劇場で上演された「パンジー・スプ―」の製作をめぐる問題(作者のクレジットの問題他)について、書いています。
『「パンジー・スプ―」をめぐる問題』を書きました。
8月12-13日にジャカルタのサリハラ劇場で上演された「パンジー・スプ―」の製作をめぐる問題(作者のクレジットの問題他)について、書いています。
| ホーム |